[ONESHOOT] Daddy’s Little Girl
Author: Hyunnie2311 // Main Cast: Super Junior Sungmin, Lee Min Ji (OC) // Support Cast: Lee Sung Jin, Choi Hyun Ki (OC), Lee Min Young (OC) // Rating: T // Genre: Family // Length: Oneshoot // Disclaimer: Super Junior Sungmin and Lee Sung Jin belong to God and their parent, and the others belong to me.
*
Pria itu melangkah mantap melewati gerbang depan camp pelatihan militer yang berada di pinggir kota Seoul. Hari yang paling dinantikannya telah datang, dimana ia akan kembali bertemu dan berkumpul dengan keluarga kecilnya. Lee Sungmin, pria itu, telah kembali dari masa pengabdiannya terhadap negara. Ia kembali dengan sosok yang baru, lebih kuat dan semakin dewasa.
Sesuai dugaan, puluhan bahkan ratusan penggemar grupnya, Super Junior, telah memadati kawasan depan camp. Semua berteriak histeris ketika ia menunjukkan dirinya ke hadapan publik dalam balutan seragam militer beserta topi yang menutupi kepalanya. Mereka –para penggemar –telah siap dengan banner yang dibawa sembari memanggil-manggil namanya, berteriak, menangis, dan tersenyum menyambut kembalinya Sungmin. Ia terharu, penggemarnya masih setia menunggu dirinya kembali. Sebagai rasa terima kasih, ia membungkukkan badan sembilan puluh derajat, kemudian dilanjutkan dengan sikap hormat.
Tak hanya para penggemar, ia juga disambut oleh beberapa anggota grupnya, baik yang telah menyelesaikan wajib militer ataupun belum melaksanakan. Namun kehadiran penggemar juga kerabat dekatnya tak akan lengkap apabila keluarganya tak ada. Disaat bercengkrama singkat dengan anggota Super Junior, matanya sesekali menyusuri kawasan camp, mencari keberadaan keluarga besarnya, terutama istri dan kedua anaknya. Sungmin sungguh tak sabar untuk melihat istri, gadis kecil, juga bayi cantiknya yang baru lahir dua tahun yang lalu.
“Kau pasti mencari Hyunnie, ‘kan?” Ucapan Leeteuk sontak membuat Sungmin menoleh cepat dan segera mengangguk.
“Dia baru sampai dan masih ada di mobil bersama Sung Jin dan kedua orangtuamu, tunggulah sebentar.” Sang leader menunjuk sebuah mobil mewah yang terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri. Di dalam mobil berwarna hitam dengan kaca mobil yang tak kalah hitam tersebut, ada istri beserta anak-anaknya.
Jantungnya sontak berdebar saat melihat pintu belakang mobil dibuka. Sungmin mendesah pelan saat melihat kedua orangtuanya keluar dari dalam mobil bersama dengan adik semata wayangnya. Bukannya ia tidak senang melihat kehadiran keluarganya di sini, hanya saja ia lebih menantikan munculnya keluarga kecil miliknya sendiri. Keluarga dimana ia telah menjadi kepala keluarga untuk istri dan anak-anaknya.
Desahan berganti menjadi senyum bahagia. Sesosok gadis kecil keluar dari dalam mobil, dibantu oleh adiknya, Lee Sung Jin. Lee Sung Jin mengangkat tubuh gadis tersebut dengan mudah dan menggendongnya. Gadis yang digendong Sung Jin, siapa lagi kalau bukan anak tertuanya yang masih berusia empat tahun. Lee Min Young.
Tak berselang waktu lama, wanita tersayang yang paling ia tunggu mulai menampakkan diri dari dalam mobil. Dengan sangat hati-hati, wanita itu memijakkan kakinya di atas tanah sambil menggendong seorang gadis yang jauh lebih kecil dari Min Young.
Hatinya meletup-letup bahagia. Melihat ketiga anggota keluarganya datang untuk menyambut dirinya kembali kedalam hangat keluarga. Tak menyesal ia tak pernah mengambil cuti –kecuali saat istrinya melahirkan –agar dapat kembali dengan tepat waktu.
Bibirnya melengkung senyum. Entah sudah berapa lama ia tak pernah melihat paras cantik juga senyum manis milik istrinya. Terakhir kali ia melihat Hyun Ki –istri Sungmin –saat istri juga kedua anaknya datang menjenguknya di camp militer dan hanya sebentar.
“Oppa…” Hyun Ki tersenyum melihat sosoknya yang kini persis di hadapannya. Sungmin sudah tak tahan, ia pun segera memeluk wanita itu beserta Lee Min Ji, bayi cantiknya yang berada di gendongan Hyun Ki. Rasanya ia ingin menangis sekarang juga. Menangis bahagia.
“Appa…” Panggilan kecil dari Min Young membuat Sungmin merenggangkan pelukkan dan beralih pada gadis kecilnya. Sungmin mengambil Min Young dari Sung Jin dan memeluknya lembut.
“Young-ah~ Appa rindu sekali padamu. Kau tetap menjaga Eomma dan adikmu selama Appa tidak ada, bukan?” Tanya Sungmin lembut khas seorang Ayah. Min Young mengangguk polos. Menggemaskan.
“Gadis kecil Appa yang satu ini memang sangat hebat!” Sungmin mencubit pipi tembam Min Young yang dibalas dengan tawa kecil darinya.
“Nah, bagaimana dengan anak Appa yang satu lagi?” Sungmin melirik kearah Min Ji yang sibuk dengan boneka Pororo yang dipeluknya. Sungmin menurunkan Min Young kebawah dan kini memusatkan perhatian pada Min Ji.
“Min Ji-ya~ kau tak mau menyambut Appa, hm?” Sungmin bertanya pada Min Ji namun tak digubris.
“Hei~ ini Appa, Sayang!” Pria itu menyentuh pipi Min Ji dengan salah satu jarinya. Sungmin sempat tersenyum ketika Min Ji berpaling padanya, tapi seketika senyumnya memudar saat si kecil kembali memperhatikan bonekanya. Apakah Pororo jauh lebih berarti daripada ayahnya sendiri? Oh, astaga. Tidak mungkin.
“Min Ji-ya~ jangan seperti ini. Dia Appamu.” Kini Hyun Ki mulai angkat bicara. Hasilnya tetap sama, Min Ji tak merespon.
Setelah berdiam cukup lama, Min Ji mulai mengangkat wajahnya. Sontak Hyun Ki dan Sungmin mulai berseri-seri saat bayi cantik mereka melayangkan pandangan kearah Sungmin. Mengamati pria itu sejenak. Sungmin telah merentangkan tangannya, siap mengendong tubuh gendut milik Min Ji.
Tiba-tiba ia merasa seperti tersambar halilintar di siang yang panas hari ini. Min Ji mengangkat kedua tangan mungilnya dan mencoba menggapai Sung Jin yang berdiri tak jauh darinya. Lebih mencengangkan lagi, Min Ji memanggil adiknya dengan sebutan Appa.
Dia seperti dihujani salju pada musim panas ini. Tubuhnya membeku seketika. Melihat putri bungsunya memanggil ‘Appa’ di depan dirinya pada orang lain yang jelas-jelas bukan Appa-nya. Min Ji adalah anak Lee Sungmin. Bukan Lee Sung Jin.
Dia, Lee Sungmin. Seorang Appa yang tidak mendapat pengakuan dari anaknya sendiri.
*
Berbagai macam cara telah ia lakukan. Mulai dari membeli banyak mainan, mengajak jalan-jalan, sampai bertingkah seperti orang bodoh agar bisa menarik perhatian Min Ji. Namun hasilnya nihil, Min Ji masih menolak kehadirannya sebagai seorang Appa dan menganggapnya sebagai orang asing.
Sungmin merutuki dirinya sendiri. Kalau begitu dari awal dia sering mengambil cuti agar bisa menghabiskan waktu dengan anak-anaknya, terutama Min Ji.
Dan ini semua salah Sung Jin. Ia baru mendengar dari Hyun Ki jika Sung Jin mengajari Min Ji untuk memanggil dirinya Appa. Karena itulah wajah Sung Jin terekam jelas di otak anak bungsunya sebagai Appa-nya. Bukan Sungmin. Dasar sial!
Kini tenaganya sudah mencapai titik akhir. Tenaganya terkuras habis setelah beberapa jam menarik perhatian Min Ji yang hanya dihadiahi dengan putaran badan dari Min Ji. Sungmin menunduk frustasi. Anak ini benar-benar duplikat istrinya. Keras kepala. Bahkan dari kecilpun sudah terlihat. Bagaimana saat ia tumbuh besar nanti? Seratus perses Sungmin yakin, Min Ji akan menjadi Hyun Ki kedua yang membuatnya stress tak berujung.
Sungmin menidurkan tubuhnya di atas lantai rumah yang dingin. Kepalanya dihadapkan pada Min Ji yang sedang mengoceh tak jelas pada boneka Pororo favoritnya. Wajah Sungmin terlihat putus asa melihat raut wajah Min Ji yang tak menghiraukan kehadirannya.
“Min Ji-ya~ ini Appa…Masa kau tidak mengenali Appa…” gumamnya lirih.
Lagi-lagi Min Ji membelakanginya. Rasanya ia ingin berteriak, mengumpat, dan apapun yang bisa ia lakukan sekarang. Sung Jin benar-benar cari masalah dengannya. Besok-besok, ia tak akan membiarkan Sung Jin datang kerumahnya, bahkan melewati pagarnya sekalipun. Kalau perlu ia siapkan sebuah papan kecil bertuliskan ‘LEE SUNG JIN DILARANG MASUK’.
“Min Ji-ya! Appa akan membelikanmu boneka Pororo yang jauh lebih besar dan bagus daripada boneka ini asal kau memanggilku Appa. Ya?” Sungmin mengambil boneka Pororo yang ada di tangan Min Ji. Wajahnya penuh harap saat Min Ji memandangnya sejenak. Ia sungguh berharap jika gadis kecilnya mengerti dan langsung memanggilnya Appa.
Tapi ia salah. Bukannya mengerti, justru malah menangis. Gadis kecilnya menangis hebat dan memanggil-manggil Eomma-nya.
“Oh! Maafkan Appa, ini bonekamu! Cup…cup…anak Appa tidak boleh menangis!” Sungmin mulai panik. Ia segera memangku tubuh Min Ji dan menenangkannya.
“Ya! Kau apakan Min Ji, hah!?” Dengan apron yang masih melekat sempurna di tubuh rampingnya, Hyun Ki berjalan menghampiri keduanya dengan jengah.
“A-aku hanya bilang padanya untuk memanggilku Appa…”
“Kau ini bodoh atau apa, sih!? Anak kecil tak bisa dipaksa, harus pakai cara yang lembut dan butuh waktu! Dasar bodoh!” Hyun Ki memukul lengan kekarnya dengan keras lalu mengambil Min Ji dari Sungmin.
“Aduh! Sakit!”
“Kalau kau seperti ini lagi, tak ada jatah makan malam untukmu!” Ancaman keras dari istrinya membuat harga diri Sungmin semakin jatuh sebagai kepala keluarga. Sosoknya sebagai kepala keluarga kini tergantikan dengan istrinya sendiri. Diibaratkan dengan pangkat militer, Hyun Ki seperti jenderal besar dan Sungmin hanya sebagai anak buahnya.
“Annyeong! Apa yang terjadi di sini? Kenapa suasana mencekam sekali?” Sung Jin yang baru saja datang langsung mencium hawa tidak menyenangkan di dalam rumah milik kakak lelakinya. Aura mengerikan milik Hyun Ki dan aura suram milik Sungmin bergumul dalam satu ruangan, bercampur satu sama lain membuat suasana rumah tidak secerah biasanya.
“Ada apa di sini? Kalian tak ada yang menjawab pertanyaanku?”
Tak ada satupun diantara mereka yang menjawab pertanyaan Sung Jin. Sungmin masih menundukkan kepala suram di lantai, sedangkan Hyun Ki tengah menimang Min Ji hingga tangis mereda.
“Apakah Min Ji baru saja menangis?” Mendengar suara berat milik Sung Jin, sontak membuat Min Ji menegakkan kepalanya dan melihat kearah Sung Jin.
“Appa…”
Gumaman kecil Min Ji kembali membuat Sungmin dihujani salju di musim panas. Bukan hujan salju lagi namanya, melainkan badai salju. Oh, astaga. Tidak ada refleksi dirinya sekalipun dimata Min Ji. Bukan dirinyalah yang bersanding dengan Hyun Ki di dalam mata anak bungsunya, melainkan Sung Jin yang bersanding dengan istrinya sendiri.
Sementara itu, Sung Jin menegak air liurnya dengan susah payah. Ia bergidik ketika Min Ji memanggilnya Appa di depan Sungmin. Sung Jin memutar kepalanya pelan, melirik singkat pada Sungmin. Matilah dia.
Kilatan emosi nampak jelas dari mata kakak lelakinya. Tangannya terkepal, bersiap-siap untuk melayangkan satu pukulan kearah Sung Jin. Peluh keringat semakin banyak keluar dari pori-porinya, bukan karena kepanasan tapi karena ketakutan. Plastik buah yang ia bawa segera ditaruh asal di atas sofa.
“Se-sepertinya aku harus pergi. Hyunnie-ya! Aku pulang!!”
*
“Hyunnie-ya, apa yang harus kulakukan agar Min Ji menganggapku sebagai Appa?”
Hyun Ki menoleh kearah kasur, tepat dimana Sungmin menunduk putus asa. Pria itu semakin terlihat frustasi karena sifat keras kepala anak bungsunya sendiri. Sudah lebih dari seminggu, tak ada tanda-tanda berarti Min Ji akan mengenalinya sebagai seorang ayah. Anak bungsunya masih menganggapnya sebagai orang asing. Ia mencari sosok ‘Appa’ yang paling ia kenal, yang tak lain adalah adiknya.
“Aku juga sudah berusaha agar dia tidak menganggap Sung Jin Oppa sebagai Appa-nya lagi. Tapi kau tahu sendiri, anakmu itu sungguh keras kepala.” Ujar Hyun Ki sembari mengoleskan krim malam pada wajahnya.
“Kau pikir siapa yang menuruni sifat keras kepala itu, hah? Dia sangat mirip denganmu!”
“Memang!” Hyun Ki terkekeh.
Sungmin merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Menggunakan kedua tangan sebagai bantalan empuk yang menopang kepalanya. Matanya menerawang kearah langit-langit kamar, berpikir keras. “Cara apalagi yang harus kita lakukan?”
“Entahlah. Sudah banyak cara kita lakukan tapi tak ada yang berhasil. Yah, nikmati saja hidupmu yang tak dapat pengakuan dari anakmu sendiri.”
“Ya!”
*
Sungmin rasanya ingin menangis bahagia sekarang juga. Ia baru saja dapat kabar dari Hyun Ki jika Sung Jin meyakinkan Min Ji bahwa ia bukanlah Appa-nya. Berawal dari Min Ji yang terus memanggilnya Appa di rumah, dan Sung Jin semakin jengah dengan tingkah laku Min Ji. Sung Jin menentangnya keras saat Min Ji memanggilnya Appa hingga menangis keras. Pada akhirnya, Min Ji tak mau digendong oleh adiknya dan memilih bersama Hyun Ki. Karena kerepotan, Hyun Ki menyuruhnya untuk segera pulang dan membantunya.
Inilah kesempatan besar baginya untuk menempatkan diri sebagai sosok Appa di dalam diri Min Ji. Ia akan mendapat pengakuan dari anaknya sendiri. Buru-buru ia merapihkan berkas kerja yang berserakan di atas meja kebesaran miliknya. Hari-hari awal ia bekerja di perusahaan ayahnya, sama sekali tidak berjalan lancar karena pikiran terbagi dua. Antara pekerjaan dan Min Ji. Dan hari ini ia seperti mendapat pencerahan.
Sungmin harus pulang. Lee Min Ji menunggu dirinya. Sambil menyilangkan kedua jari, ia segera melesat pergi ke arah lift.
*
Sampai Sungmin menginjakkan kaki di rumah mewahnya, Min Ji tak kunjung berhenti menangis di gendongan Hyun Ki. Rumah berantakan, bau gosong tercium dari dapur, dan Min Ji terus menangis. Pikiran Hyun Ki sungguh kacau, kebingungan apa yang harus ia lakukan sekarang.
“Aku pulang!” Tanpa membuka sepatu terlebih dahulu, Sungmin langsung masuk kedalam rumah.
“Oppa! Bantu aku!” Hyun Ki meringis.
“Sini, biar aku saja yang menjaga Min Ji.” Sungmin mengambil alih Min Ji dari gendongan istrinya. Layaknya seorang ahli dalam merawat anak, Sungmin menimang-nimangnya dengan lembut sambil menggumamkan kata, ‘berhentilah menangis, Sayang’.
Dalam keadaan masih menangis hebat, Sungmin mengangkat ke udara. Ditatapnya kedua mata mungil yang basah karena air mata. Pria itu tersenyum hangat.
“Appa tidak pernah mempunyai anak yang cengeng. Berhentilah menangis, Sayang. Appa di sini ada untuk Min Ji.”
Ajaib, kata-kata yang terlontar dari mulut Sungmin seakan membius Min Ji. Tangisan Min Ji mulai mereda, dan matanya yang sipit kemudian setengah terbuka memandang kearah ayahnya. Masih terdengar sesenggukan, namun jauh lebih baik.
Sungmin membawanya kearah sofa. Sungmin memeluknya lembut sembari mengusap-usap puncak kepalanya penuh sayang. Berhubung Min Ji sangat mewarisi sifat Hyun Ki, Sungmin melakukan hal-hal yang paling disukai istrinya tersebut. Mulai dari usapan kepala, usapan punggung, hingga ciuman kecil di kedua pipi. Usahanya tepat, semakin lama isakan Min Ji semakin berkurang dan pada akhirnya berhenti.
Hatinya meletup-letup bahagia ketika merasakan sentuhan kecil dari kedua tangan Min Ji yang memeluk lehernya. Kedua tangan mungil anaknya melingkar di leher, dengan kepala yang ditidurkan di atas bahu Sungmin. Apa yang paling membuat seorang ayah bahagia selain diterima oleh anaknya? Tidak ada. Tidak ada hal lain yang membuat Sungmin bahagia selain mendapat pengakuan dari anaknya sendiri untuk saat ini.
Semakin lama, Min Ji semakin menggeliat. Gadis kecil itu semakin tak bisa diam di dalam pelukkan Sungmin. “ Ada apa, Sayang?”
Min Ji melepaskan diri dari pelukan dan mencoba untuk berdiri tegak sambil bertopang tangan pada lengan Sungmin. Untuk pertama kali, Min Ji menatap kedua matanya dalam waktu yang lama. Tatapan polos milik Min Ji sungguh menghipnotisnya. Menggemaskan. Bagaimana bisa ia memiliki dua putri cantik seperti Min Young dan Min Ji? Apalagi Min Ji yang benar-benar identik seperti wanita tercintanya.
“Min Ji-ya, Appa tidak akan pernah membuatmu menangis seperti ini…” ucap Sungmin lembut.
“Appa…” Tubuhnya mulai melemas ketika mendengar kata ‘Appa’ yang keluar dari bibir mungil putrinya. Ia tidak salah dengar bukan? Min Ji sudah memanggilnya Appa bukan?
“Min Ji-ya, kau memanggilku ‘Appa’?” Sungmin bertanya, sekadar meyakinkan jika ia tak salah dengar.
“Appa…” Sungmin tersenyum bahagia. Saking bahagianya, ia langsung menggendong Min Ji kembali dan melesat kearah dapur. Memberitahukan kabar bahagia ini pada sang istri.
“Hyunnie-ya!! Min Ji memanggilku Appa!!”
*