[ONESHOOT] Daddy’s Little Girl

[ONESHOOT] Daddy’s Little Girl

Author: Hyunnie2311 // Main Cast: Super Junior Sungmin, Lee Min Ji (OC) // Support Cast: Lee Sung Jin, Choi Hyun Ki (OC), Lee Min Young (OC) // Rating: T // Genre: Family // Length: Oneshoot // Disclaimer: Super Junior Sungmin and Lee Sung Jin belong to God and their parent, and the others belong to me.

*

Pria itu melangkah mantap melewati gerbang depan camp pelatihan militer yang berada di pinggir kota Seoul. Hari yang paling dinantikannya telah datang, dimana ia akan kembali bertemu dan berkumpul dengan keluarga kecilnya. Lee Sungmin, pria itu, telah kembali dari masa pengabdiannya terhadap negara. Ia kembali dengan sosok yang baru, lebih kuat dan semakin dewasa.

Sesuai dugaan, puluhan bahkan ratusan penggemar grupnya, Super Junior, telah memadati kawasan depan camp. Semua berteriak histeris ketika ia menunjukkan dirinya ke hadapan publik dalam balutan seragam militer beserta topi yang menutupi kepalanya. Mereka –para penggemar –telah siap dengan banner yang dibawa sembari memanggil-manggil namanya, berteriak, menangis, dan tersenyum menyambut kembalinya Sungmin. Ia terharu, penggemarnya masih setia menunggu dirinya kembali. Sebagai rasa terima kasih, ia membungkukkan badan sembilan puluh derajat, kemudian dilanjutkan dengan sikap hormat.

Tak hanya para penggemar, ia juga disambut oleh beberapa anggota grupnya, baik yang telah menyelesaikan wajib militer ataupun belum melaksanakan. Namun kehadiran penggemar juga kerabat dekatnya tak akan lengkap apabila keluarganya tak ada. Disaat bercengkrama singkat dengan anggota Super Junior, matanya sesekali menyusuri kawasan camp, mencari keberadaan keluarga besarnya, terutama istri dan kedua anaknya. Sungmin sungguh tak sabar untuk melihat istri, gadis kecil, juga bayi cantiknya yang baru lahir dua tahun yang lalu.

“Kau pasti mencari Hyunnie, ‘kan?” Ucapan Leeteuk sontak membuat Sungmin menoleh cepat dan segera mengangguk.

“Dia baru sampai dan masih ada di mobil bersama Sung Jin dan kedua orangtuamu, tunggulah sebentar.” Sang leader menunjuk sebuah mobil mewah yang terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri. Di dalam mobil berwarna hitam dengan kaca mobil yang tak kalah hitam tersebut, ada istri beserta anak-anaknya.

Jantungnya sontak berdebar saat melihat pintu belakang mobil dibuka. Sungmin mendesah pelan saat melihat kedua orangtuanya keluar dari dalam mobil bersama dengan adik semata wayangnya. Bukannya ia tidak senang melihat kehadiran keluarganya di sini, hanya saja ia lebih menantikan munculnya keluarga kecil miliknya sendiri. Keluarga dimana ia telah menjadi kepala keluarga untuk istri dan anak-anaknya.

Desahan berganti menjadi senyum bahagia. Sesosok gadis kecil keluar dari dalam mobil, dibantu oleh adiknya, Lee Sung Jin. Lee Sung Jin mengangkat tubuh gadis tersebut dengan mudah dan menggendongnya. Gadis yang digendong Sung Jin, siapa lagi kalau bukan anak tertuanya yang masih berusia empat tahun. Lee Min Young.

Tak berselang waktu lama, wanita tersayang yang paling ia tunggu mulai menampakkan diri dari dalam mobil. Dengan sangat hati-hati, wanita itu memijakkan kakinya di atas tanah sambil menggendong seorang gadis yang jauh lebih kecil dari Min Young.

Hatinya meletup-letup bahagia. Melihat ketiga anggota keluarganya datang untuk menyambut dirinya kembali kedalam hangat keluarga. Tak menyesal ia tak pernah mengambil cuti –kecuali saat istrinya melahirkan –agar dapat kembali dengan tepat waktu.

Bibirnya melengkung senyum. Entah sudah berapa lama ia tak pernah melihat paras cantik juga senyum manis milik istrinya. Terakhir kali ia melihat Hyun Ki –istri Sungmin –saat istri juga kedua anaknya datang menjenguknya di camp militer dan hanya sebentar.

“Oppa…” Hyun Ki tersenyum melihat sosoknya yang kini persis di hadapannya. Sungmin sudah tak tahan, ia pun segera memeluk wanita itu beserta Lee Min Ji, bayi cantiknya yang berada di gendongan Hyun Ki. Rasanya ia ingin menangis sekarang juga. Menangis bahagia.

“Appa…” Panggilan kecil dari Min Young membuat Sungmin merenggangkan pelukkan dan beralih pada gadis kecilnya. Sungmin mengambil Min Young dari Sung Jin dan memeluknya lembut.

“Young-ah~ Appa rindu sekali padamu. Kau tetap menjaga Eomma dan adikmu selama Appa tidak ada, bukan?” Tanya Sungmin lembut khas seorang Ayah. Min Young mengangguk polos. Menggemaskan.

“Gadis kecil Appa yang satu ini memang sangat hebat!” Sungmin mencubit pipi tembam Min Young yang dibalas dengan tawa kecil darinya.

“Nah, bagaimana dengan anak Appa yang satu lagi?” Sungmin melirik kearah Min Ji yang sibuk dengan boneka Pororo yang dipeluknya. Sungmin menurunkan Min Young kebawah dan kini memusatkan perhatian pada Min Ji.

“Min Ji-ya~ kau tak mau menyambut Appa, hm?” Sungmin bertanya pada Min Ji namun tak digubris.

“Hei~ ini Appa, Sayang!” Pria itu menyentuh pipi Min Ji dengan salah satu jarinya. Sungmin sempat tersenyum ketika Min Ji berpaling padanya, tapi seketika senyumnya memudar saat si kecil kembali memperhatikan bonekanya. Apakah Pororo jauh lebih berarti daripada ayahnya sendiri? Oh, astaga. Tidak mungkin.

“Min Ji-ya~ jangan seperti ini. Dia Appamu.” Kini Hyun Ki mulai angkat bicara. Hasilnya tetap sama, Min Ji tak merespon.

Setelah berdiam cukup lama, Min Ji mulai mengangkat wajahnya. Sontak Hyun Ki dan Sungmin mulai berseri-seri saat bayi cantik mereka melayangkan pandangan kearah Sungmin. Mengamati pria itu sejenak. Sungmin telah merentangkan tangannya, siap mengendong tubuh gendut milik Min Ji.

Tiba-tiba ia merasa seperti tersambar halilintar di siang yang panas hari ini. Min Ji mengangkat kedua tangan mungilnya dan mencoba menggapai Sung Jin yang berdiri tak jauh darinya. Lebih mencengangkan lagi, Min Ji memanggil adiknya dengan sebutan Appa.

Dia seperti dihujani salju pada musim panas ini. Tubuhnya membeku seketika. Melihat putri bungsunya memanggil ‘Appa’ di depan dirinya pada orang lain yang jelas-jelas bukan Appa-nya. Min Ji adalah anak Lee Sungmin. Bukan Lee Sung Jin.

Dia, Lee Sungmin. Seorang Appa yang tidak mendapat pengakuan dari anaknya sendiri.

*

Berbagai macam cara telah ia lakukan. Mulai dari membeli banyak mainan, mengajak jalan-jalan, sampai bertingkah seperti orang bodoh agar bisa menarik perhatian Min Ji. Namun hasilnya nihil, Min Ji masih menolak kehadirannya sebagai seorang Appa dan menganggapnya sebagai orang asing.

Sungmin merutuki dirinya sendiri. Kalau begitu dari awal dia sering mengambil cuti agar bisa menghabiskan waktu dengan anak-anaknya, terutama Min Ji.

Dan ini semua salah Sung Jin. Ia baru mendengar dari Hyun Ki jika Sung Jin mengajari Min Ji untuk memanggil dirinya Appa. Karena itulah wajah Sung Jin terekam jelas di otak anak bungsunya sebagai Appa-nya. Bukan Sungmin. Dasar sial!

Kini tenaganya sudah mencapai titik akhir. Tenaganya terkuras habis setelah beberapa jam menarik perhatian Min Ji yang hanya dihadiahi dengan putaran badan dari Min Ji. Sungmin menunduk frustasi. Anak ini benar-benar duplikat istrinya. Keras kepala. Bahkan dari kecilpun sudah terlihat. Bagaimana saat ia tumbuh besar nanti? Seratus perses Sungmin yakin, Min Ji akan menjadi Hyun Ki kedua yang membuatnya stress tak berujung.

Sungmin menidurkan tubuhnya di atas lantai rumah yang dingin. Kepalanya dihadapkan pada Min Ji yang sedang mengoceh tak jelas pada boneka Pororo favoritnya. Wajah Sungmin terlihat putus asa melihat raut wajah Min Ji yang tak menghiraukan kehadirannya.

“Min Ji-ya~ ini Appa…Masa kau tidak mengenali Appa…” gumamnya lirih.

Lagi-lagi Min Ji membelakanginya. Rasanya ia ingin berteriak, mengumpat, dan apapun yang bisa ia lakukan sekarang. Sung Jin benar-benar cari masalah dengannya. Besok-besok, ia tak akan membiarkan Sung Jin datang kerumahnya, bahkan melewati pagarnya sekalipun. Kalau perlu ia siapkan sebuah papan kecil bertuliskan ‘LEE SUNG JIN DILARANG MASUK’.

“Min Ji-ya! Appa akan membelikanmu boneka Pororo yang jauh lebih besar dan bagus daripada boneka ini asal kau memanggilku Appa. Ya?” Sungmin mengambil boneka Pororo yang ada di tangan Min Ji. Wajahnya penuh harap saat Min Ji memandangnya sejenak. Ia sungguh berharap jika gadis kecilnya mengerti dan langsung memanggilnya Appa.

Tapi ia salah. Bukannya mengerti, justru malah menangis. Gadis kecilnya menangis hebat dan memanggil-manggil Eomma-nya.

“Oh! Maafkan Appa, ini bonekamu! Cup…cup…anak Appa tidak boleh menangis!” Sungmin mulai panik. Ia segera memangku tubuh Min Ji dan menenangkannya.

“Ya! Kau apakan Min Ji, hah!?” Dengan apron yang masih melekat sempurna di tubuh rampingnya, Hyun Ki berjalan menghampiri keduanya dengan jengah.

“A-aku hanya bilang padanya untuk memanggilku Appa…”

“Kau ini bodoh atau apa, sih!? Anak kecil tak bisa dipaksa, harus pakai cara yang lembut dan butuh waktu! Dasar bodoh!” Hyun Ki memukul lengan kekarnya dengan keras lalu mengambil Min Ji dari Sungmin.

“Aduh! Sakit!”

“Kalau kau seperti ini lagi, tak ada jatah makan malam untukmu!” Ancaman keras dari istrinya membuat harga diri Sungmin semakin jatuh sebagai kepala keluarga. Sosoknya sebagai kepala keluarga kini tergantikan dengan istrinya sendiri. Diibaratkan dengan pangkat militer, Hyun Ki seperti jenderal besar dan Sungmin hanya sebagai anak buahnya.

“Annyeong! Apa yang terjadi di sini? Kenapa suasana mencekam sekali?” Sung Jin yang baru saja datang langsung mencium hawa tidak menyenangkan di dalam rumah milik kakak lelakinya. Aura mengerikan milik Hyun Ki dan aura suram milik Sungmin bergumul dalam satu ruangan, bercampur satu sama lain membuat suasana rumah tidak secerah biasanya.

“Ada apa di sini? Kalian tak ada yang menjawab pertanyaanku?”

Tak ada satupun diantara mereka yang menjawab pertanyaan Sung Jin. Sungmin masih menundukkan kepala suram di lantai, sedangkan Hyun Ki tengah menimang Min Ji hingga tangis mereda.

“Apakah Min Ji baru saja menangis?” Mendengar suara berat milik Sung Jin, sontak membuat Min Ji menegakkan kepalanya dan melihat kearah Sung Jin.

“Appa…”

Gumaman kecil Min Ji kembali membuat Sungmin dihujani salju di musim panas. Bukan hujan salju lagi namanya, melainkan badai salju. Oh, astaga. Tidak ada refleksi dirinya sekalipun dimata Min Ji. Bukan dirinyalah yang bersanding dengan Hyun Ki di dalam mata anak bungsunya, melainkan Sung Jin yang bersanding dengan istrinya sendiri.

Sementara itu, Sung Jin menegak air liurnya dengan susah payah. Ia bergidik ketika Min Ji memanggilnya Appa di depan Sungmin. Sung Jin memutar kepalanya pelan, melirik singkat pada Sungmin. Matilah dia.

Kilatan emosi nampak jelas dari mata kakak lelakinya. Tangannya terkepal, bersiap-siap untuk melayangkan satu pukulan kearah Sung Jin. Peluh keringat semakin banyak keluar dari pori-porinya, bukan karena kepanasan tapi karena ketakutan. Plastik buah yang ia bawa segera ditaruh asal di atas sofa.

“Se-sepertinya aku harus pergi. Hyunnie-ya! Aku pulang!!”

*

“Hyunnie-ya, apa yang harus kulakukan agar Min Ji menganggapku sebagai Appa?”

Hyun Ki menoleh kearah kasur, tepat dimana Sungmin menunduk putus asa. Pria itu semakin terlihat frustasi karena sifat keras kepala anak bungsunya sendiri. Sudah lebih dari seminggu, tak ada tanda-tanda berarti Min Ji akan mengenalinya sebagai seorang ayah. Anak bungsunya masih menganggapnya sebagai orang asing. Ia mencari sosok ‘Appa’ yang paling ia kenal, yang tak lain adalah adiknya.

“Aku juga sudah berusaha agar dia tidak menganggap Sung Jin Oppa sebagai Appa-nya lagi. Tapi kau tahu sendiri, anakmu itu sungguh keras kepala.” Ujar Hyun Ki sembari mengoleskan krim malam pada wajahnya.

“Kau pikir siapa yang menuruni sifat keras kepala itu, hah? Dia sangat mirip denganmu!”

“Memang!” Hyun Ki terkekeh.

Sungmin merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Menggunakan kedua tangan sebagai bantalan empuk yang menopang kepalanya. Matanya menerawang kearah langit-langit kamar, berpikir keras. “Cara apalagi yang harus kita lakukan?”

“Entahlah. Sudah banyak cara kita lakukan tapi tak ada yang berhasil. Yah, nikmati saja hidupmu yang tak dapat pengakuan dari anakmu sendiri.”

“Ya!”

*

Sungmin rasanya ingin menangis bahagia sekarang juga. Ia baru saja dapat kabar dari Hyun Ki jika Sung Jin meyakinkan Min Ji bahwa ia bukanlah Appa-nya. Berawal dari Min Ji yang terus memanggilnya Appa di rumah, dan Sung Jin semakin jengah dengan tingkah laku Min Ji. Sung Jin menentangnya keras saat Min Ji memanggilnya Appa hingga menangis keras. Pada akhirnya, Min Ji tak mau digendong oleh adiknya dan memilih bersama Hyun Ki. Karena kerepotan, Hyun Ki menyuruhnya untuk segera pulang dan membantunya.

Inilah kesempatan besar baginya untuk menempatkan diri sebagai sosok Appa di dalam diri Min Ji. Ia akan mendapat pengakuan dari anaknya sendiri. Buru-buru ia merapihkan berkas kerja yang berserakan di atas meja kebesaran miliknya. Hari-hari awal ia bekerja di perusahaan ayahnya, sama sekali tidak berjalan lancar karena pikiran terbagi dua. Antara pekerjaan dan Min Ji. Dan hari ini ia seperti mendapat pencerahan.

Sungmin harus pulang. Lee Min Ji menunggu dirinya. Sambil menyilangkan kedua jari, ia segera melesat pergi ke arah lift.

*

Sampai Sungmin menginjakkan kaki di rumah mewahnya, Min Ji tak kunjung berhenti menangis di gendongan Hyun Ki. Rumah berantakan, bau gosong tercium dari dapur, dan Min Ji terus menangis. Pikiran Hyun Ki sungguh kacau, kebingungan apa yang harus ia lakukan sekarang.

“Aku pulang!” Tanpa membuka sepatu terlebih dahulu, Sungmin langsung masuk kedalam rumah.

“Oppa! Bantu aku!” Hyun Ki meringis.

“Sini, biar aku saja yang menjaga Min Ji.” Sungmin mengambil alih Min Ji dari gendongan istrinya. Layaknya seorang ahli dalam merawat anak, Sungmin menimang-nimangnya dengan lembut sambil menggumamkan kata, ‘berhentilah menangis, Sayang’.

Dalam keadaan masih menangis hebat, Sungmin mengangkat ke udara. Ditatapnya kedua mata mungil yang basah karena air mata. Pria itu tersenyum hangat.

“Appa tidak pernah mempunyai anak yang cengeng. Berhentilah menangis, Sayang. Appa di sini ada untuk Min Ji.”

Ajaib, kata-kata yang terlontar dari mulut Sungmin seakan membius Min Ji. Tangisan Min Ji mulai mereda, dan matanya yang sipit kemudian setengah terbuka memandang kearah ayahnya. Masih terdengar sesenggukan, namun jauh lebih baik.

Sungmin membawanya kearah sofa. Sungmin memeluknya lembut sembari mengusap-usap puncak kepalanya penuh sayang. Berhubung Min Ji sangat mewarisi sifat Hyun Ki, Sungmin melakukan hal-hal yang paling disukai istrinya tersebut. Mulai dari usapan kepala, usapan punggung, hingga ciuman kecil di kedua pipi. Usahanya tepat, semakin lama isakan Min Ji semakin berkurang dan pada akhirnya berhenti.

Hatinya meletup-letup bahagia ketika merasakan sentuhan kecil dari kedua tangan Min Ji yang memeluk lehernya. Kedua tangan mungil anaknya melingkar di leher, dengan kepala yang ditidurkan di atas bahu Sungmin. Apa yang paling membuat seorang ayah bahagia selain diterima oleh anaknya? Tidak ada. Tidak ada hal lain yang membuat Sungmin bahagia selain mendapat pengakuan dari anaknya sendiri untuk saat ini.

Semakin lama, Min Ji semakin menggeliat. Gadis kecil itu semakin tak bisa diam di dalam pelukkan Sungmin. “ Ada apa, Sayang?”

Min Ji melepaskan diri dari pelukan dan mencoba untuk berdiri tegak sambil bertopang tangan pada lengan Sungmin. Untuk pertama kali, Min Ji menatap kedua matanya dalam waktu yang lama. Tatapan polos milik Min Ji sungguh menghipnotisnya. Menggemaskan. Bagaimana bisa ia memiliki dua putri cantik seperti Min Young dan Min Ji? Apalagi Min Ji yang benar-benar identik seperti wanita tercintanya.

“Min Ji-ya, Appa tidak akan pernah membuatmu menangis seperti ini…” ucap Sungmin lembut.

“Appa…” Tubuhnya mulai melemas ketika mendengar kata ‘Appa’ yang keluar dari bibir mungil putrinya. Ia tidak salah dengar bukan? Min Ji sudah memanggilnya Appa bukan?

“Min Ji-ya, kau memanggilku ‘Appa’?” Sungmin bertanya, sekadar meyakinkan jika ia tak salah dengar.

“Appa…” Sungmin tersenyum bahagia. Saking bahagianya, ia langsung menggendong Min Ji kembali dan melesat kearah dapur. Memberitahukan kabar bahagia ini pada sang istri.

“Hyunnie-ya!! Min Ji memanggilku Appa!!”

*

Sung-Ki Moment : Cosmo Clock 21

Sung-Ki Moment : Cosmo Clock 21

 

Set time : During Super Show 3 Japan

 

Yokohama

18.00 JST

 

Hyunnie2311 : Hae Mi-yaa, aku sudah sampai di Yokohama, kalau Appa atau Eomma meneleponmu, bilang saja aku menginap di rumahmu dan sudah tidur~

 

Haemi29 : Mwoya…aku tidak bisa berbohong dengan orangtua, kenapa kau tidak bilang saja sendiri pada orangtuamu kalau kau pergi ke Jepang, jangan merepotkanku…

 

Hyunnie2311: sigh, kau tahu sendiri mereka sudah melarangku untuk pergi karena indeks prestasiku semester kemarin jelek, pokoknya bilang saja seperti yang sudah kukatakan tadi, akan kubawakan oleh-oleh dari sini! Annyeong~^^

 

Gadis berkuncir kuda itu menghela napas lega, setelah urusan mengenai izin orangtuanya selesai dan akan ditangani oleh Hae Mi, sahabatnya. Memang Hae Mi belum berkata jika ia menyetujuinya, tapi Hae Mi bukanlah orang yang mudah menolak apalagi jika yang meminta adalah Hyun Ki, gadis itu. Memang paling menyenangkan punya sahabat seperti Lee Hae Mi. Bukan. Bukan karena mudah dimanfaatkan, Hyun Ki bukan tipe orang yang memanfaatkan sahabatnya sendiri. Tapi karena Hae Mi benar-benar orang yang baik dan sangat bisa dipercaya olehnya.

 

Hyun Ki sudah sampai di depan Yokohama Arena setelah menempuh perjalanan memakai taksi dari bandara. Ia memandang banner super besar yang terpasang di depan gedung tersebut. Super Show 3 in Japan. Hari ini adalah hari pertama Super Show 3 berlangsung di dalam Yokohama Arena dan tinggal dua jam sebelum konser dimulai.

 

Gadis itu telah menggenggam selembar tiket Super Show 3, VIP class dengan tempat duduk barisan depan. Ia mendapatkan tiketnya langsung dari Sungmin. Pria itu menyuruhnya untuk menonton Super Show di Jepang dan sempat meminta izin pada orangtuanya. Sialnya, karena indeks prestasinya yang jelek membuat Hyun Ki dilarang keras untuk pergi ke Jepang. Dan seperti inilah keadaannya sekarang. Hanya bermodal paspor, kartu kredit dan satu tas ransel yang dibawa, Hyun Ki diam-diam pergi ke Jepang. Tak lupa meminta Hae Mi untuk membantunya berbohong sedikit pada orangtuanya.

 

Begitu sampai di Korea nanti ia harus berterima kasih sekali pada Hae Mi.

 

Ia memandangi tiket VIP yang masih berada ditangannya. Hyun Ki ingin sekali masuk kedalam, namun entah kenapa gairahnya untuk menonton tiba-tiba hilang begitu saja. Ia ingin masuk kedalam, duduk di bangku paling depan, menonton dengan gembira dan terus menyemangati para member Super Junior yang tampil di atas panggung mengerahkan seluruh kemampuan yang mereka miliki untuk menghibur para penggemarnya. Apalagi Sungmin yang memintanya untuk datang dan menonton. Bukankah ia datang kesini diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya demi Sungmin? Kenapa niatnya menjadi berubah.

 

Hyun Ki jadi mengurungkan niatnya untuk masuk kedalam Yokohama Arena. Tiba-tiba ia ingin sekali berkeliling Yokohama sendirian. Kapan lagi ia bisa travelling sendiri menyusuri daerah Yokohama tanpa ada yang melarangnya? Hanya malam ini saja ia dapat merasakannya walaupun dalam waktu singkat. Kesempatan langka bagi seorang putri bungsu keluarga Choi ini untuk travelling keluar negeri tanpa ada pengawasan dari orangtua. Tapi apa yang harus ia lakukan dengan tiket ini?

 

Hyun Ki mendapati seorang gadis SMA berdiri tak jauh darinya. Dengan memegang sebuah majalah bercover Super Junior, gadis itu menghela napas memandangi bangunan kokoh Yokohama Arena dan kemudian ia berbalik dan berjalan menjauh menuju halte bus. Apakah gadis muda itu tak menonton Super Show? Seketika Hyun Ki teringat pada tiket miliknya yang tak ingin dipakai. Kalau ia memberikannya pada gadis itu, tiketnya tak akan jadi sia-sia. Lagipula Hyun Ki akan merasa senang jika apapun yang dilakukannya akan membuat orang-orang bahagia, termasuk orang yang baru ditemuinya.

 

“Excuse me! Hey!” Hyun Ki berlari kecil mendekati gadis yang ia maksud. Hyun Ki berdiri di depannya dengan napas terengah-engah, sedangkan gadis itu hanya memandanginya dengan tatapan aneh karena ada orang asing yang memanggil.

 

“Uhm, can you speak English?” Hyun Ki mengajaknya bicara dengan memakai bahasa Inggris walaupun sedikit agak ragu. Orang-orang Jepang memiliki karakter yang tak jauh beda dengan Korea, sangat menjunjung nilai nasionalisme, hingga tak banyak orang yang belajar bahasa asing karena rasa cintanya pada bahasa negaranya sendiri. Aish, kalau saja dulu ia meminta Sungmin untuk mengajarinya bahasa Jepang, ia tak akan mengalami kendala untuk berkomunikasi dengan gadis itu jika seandainya ia tak bisa berbahasa Inggris.

 

“A bit…Can I help you, Miss? Hyun Ki bernapas lega. Walaupun sedikit, setidaknya Hyun Ki yakin gadis ini akan mengerti apa yang ia bicarakan.

 

“Uhm, do you want to watch Super Show 3?” Tanya Hyun Ki secara langsung. Gadis itu mengangkat kedua alisnya sejenak, lalu kembali berwajah murung. Ia menghela napas sambil memeluk majalah Super Junior-nya di depan dada.

 

“I want to watch them, but I don’t have much money to buy a ticket and Mother doesn’t allow me to watch Super Show. So…yeah, I’m just standing here without enter the venue. I’m so envy with anyone who can watch. Hyun Ki tersenyum mendengar pengakuan sang gadis yang masih memasang wajah sedih dihadapannya ini. Tiketnya memang akan lebih berguna jika ia memberikannya pada gadis muda ini.

 

Hyun Ki menarik salah satu tangan sang gadis lalu menaruh tiket Super Show miliknya di atas telapak tangan gadis tersebut. Mata sipit gadis itu membulat ketika selembar tiket Super Show berada ditangannya. Ia menatap Hyun Ki tak percaya. Bagaimana bisa seorang gadis korea yang baru ia temui memberikan selembar tiket Super Show untuknya secara cuma-cuma?

 

“You can use my ticket. I already watched it in Korea. This is VIP class, in front of the stage. Take it.”

 

Gadis Jepang itu masih tak percaya. Ia yakin jika Hyun Ki hanya ingin bermain-main dengannya. Tiket VIP, tempat duduk terdepan. Mana mungkin ada orang yang memberi tiket paling mahal itu pada orang lain, apalagi orang asing. “You lie, right?”

 

“No, I’m not lie to you. I think this ticket will be more useful if I give it to you. I just want to go around Yokohama this night before go back to Korea. Go to venue now! Have fun!” Gadis itu tersenyum dan langsung memeluk Hyun Ki dengan erat.

 

“Thank you so much…uhm what’s your name?”

 

“You can call me Hyun Ki, Choi Hyun Ki! Bye! See you next time!” Hyun Ki berbalik badan dan melambaikan tangan padanya.

 

Gadis Jepang itu masih terpaku dengan kepergian Hyun Ki yang semakin menjauh dari penglihatannya. Gadis Korea itu benar-benar baik, batinnya.

 

Tunggu sebentar. Apakah namanya Choi Hyun Ki? Nama tersebut sangat tidak bagi seorang ELF yang sering mencari-cari berita yang terkait dengan Super Junior. Ah, iya sepertinya ia sempat melihat nama tersebut di majalah yang ia bawa ini. Dengan cepat, gadis itu membolak-balikkan halaman majalahnya, mencari nama yang tak asing itu.

 

Tepat. Nama tersebut terdapat dalam artikel berita mengenai Sungmin yang telah mempunyai kekasih. Choi Hyun Ki, adik kandung Choi Siwon dan kekasih Lee Sungmin. Benarkah gadis yang memberinya tiket tadi Choi Hyun Ki yang itu?

 

Wajahnya tak terlalu jelas karena memakai topi. Tapi siapapun Choi Hyun Ki yang ditemuinya, ia harus berterima kasih sebanyak-banyaknya. Lain kali jika mereka kembali bertemu, ia harus membawa Hyun Ki berkeliling Yokohama.

 

*

 

“Sungmin-ah!”

 

Sungmin menoleh ketika Kim Jung Hoon, manager Super Junior memanggilnya dari depan pintu ruang tunggu Super Junior. Pria yang tengah berkumpul dengan para Hyung dan Dongsaengnya itu pergi menjauh menemui Jung Hoon.

 

“Ada apa, Hyung?” tanya Sungmin.

 

“Ini untukmu dan juga yang lain.” Jung Hoon memberikannya satu bungkus besar padanya. Apa ini? Aroma lezat dan rasa hangat yang menyentuh kulitnya membuat Sungmin yakin jika isinya makanan.

 

“Dari ELF?” Jung Hoon hanya tersenyum tak menjawab.

 

“Di dalamnya ada surat, baca saja. Nanti kau tahu sendiri siapa yang memberikannya.”

 

Sembari berjalan kearah meja, Sungmin memasukkan tangannya kedalam bungkusan dan mencari-cari surat yang dimaksud oleh managernya. Ia sungguh penasaran siapa yang memberikan bungkusan besar ini padanya. Kemungkinan besar adalah fans, atau mungkin master yang memberikan ini. Ah, ia menemukannya. Secarik kertas berwarna putih yang telah dilipat rapi.

 

“Apa ini? Apakah dari fans?” Tanya Yesung penasaran dengan bungkusan besar yang ditaruh Sungmin di atas meja. Sungmin hanya mengangkat bahu sekilas lalu berjalan menuju sofa.

 

“Whoah! Bento! Daebak!” Shindong berseru kegirangan ketika ia membuka bungkusan besar tersebut dan mendapati beberapa kotak bento sesuai dengan jumlah para member Super Junior. Tak hanya Shindong, yang lain pun turut bergembira dengan adanya kiriman bento untuk mereka. Kebetulan sekali, perut mereka sudah keroncongan setelah bernyanyi, menari, dan menghibur para ELF Jepang kurang lebih tiga setengah jam.

 

Disaat yang lain mulai berebutan mengambil sekotak bento di atas meja, Sungmin malah memilih duduk di sofa sambil membuka surat yang ia dapatkan dari dalam bungkusan. Ia sungguh penasaran siapa yang mengirimi mereka bento.

 

Tunggu sebentar. Matanya melotot hanya dengan melihat pola tulisan yang ada di dalam surat. Tulisan hangul rapi dengan ukuran besar-besar disetiap hurufnya. Tulisannya sangat khas dalam pikiran Sungmin. Ia tahu siapa yang memberikan bungkusan dan menulis surat ini.

 

Aku belikan beberapa kotak bento untukmu dan yang lain. Maaf jika aku tidak  menonton  konser kalian. Aku memberikan tiketku pada anak SMA yang kutemui tadi dan aku memilih untuk berjalan-jalan saja keliling Yokohama.

Sebagai permintaan maaf, jadi kubelikan saja ini untuk kalian, semoga kalian suka!^^

 

PS: Kalau kau ingin menemuiku, aku ada di depan Yokohama Cosmo World sambil melihat Cosmo Clock 21. Kalau kau beruntung kau akan bertemu denganku.

 

Sungmin melirik arloji yang terpasang ditangannya. Hampir tengah malam. Semoga gadis itu masih berada di sana. Sungmin segera bangkit berdiri dan menyambar mantelnya yang tersampir di kursi kayu depan meja rias. Ia mengambil sekotak bento miliknya yang tersisa di atas meja lantas berlari keluar mencari Jung Hoon.

 

“Hyung, bisa antarkan aku ke Yokohama Cosmo World?”

 

*

Dengan membawa sekotak bento, Sungmin berjalan kesana kemari di sekitaran Yokohama Cosmo World mencari Hyun Ki, sang penulis surat tanpa nama. Kepalanya ditengokkan kekiri dan kanan mencari sosok gadis bertubuh kecil dalam gelap malam. Apa dia masih ada di sini? Atau sudah pergi ke hotel untuk beristirahat? Entahlah. Tapi firasatnya selalu berkecamuk, meyakinkan dirinya sendiri jika Hyun Ki masih berada di sekitar sini walaupun belum ditemukan.

 

Firasatnya benar. Ia beruntung masih mengikuti firasatnya. Sungmin merasa lega ketika kedua matanya telah menangkap sosok yang sejak tadi dicarinya tanpa henti. Sosok gadis bertubuh mungil, bermantel putih kesayangan yang paling sering dipakai dengan tas ransel biru sedang tersampir dikedua bahunya, ia berdiri tegak dengan kepala mendongak keatas. Memandang Cosmo Clock 21 yang menunjukkan pukul 11.59, satu menit sebelum waktu berganti hari.

 

“Syukurlah kau masih berada di sini…” Hyun Ki menoleh sembari menghangatkan kedua tangan dengan napasnya yang panas. Pria itu menyusulnya, bahkan jauh lebih cepat dari yang diperkirakan. Ia pikir pria itu akan datang pada dini hari dan menemukannya mati kedinginan depan Cosmo Clock 21, tapi ternyata tidak.

 

“Oppa…” Gadis itu tersenyum melihat sosok Sungmin sudah berada di depannya. Baru saja ingin memeluk tubuh kekar milih prianya, sebuah jitakan langsung mendarat di atas rambutnya yang berantakan.

 

“Dasar bocah nakal, kenapa kau bisa ada di sini? Bukankah orangtuamu melarangmu untuk pergi ke Jepang? Kau kabur? Kau ini benar-benar…” Buru-buru Hyun Ki menutup mulut Sungmin dengan kedua tangannya sebelum pria itu berbicara lebih lanjut menceramahinya yang kabur ke luar negeri tanpa sepengetahuan orangtuanya. Ia kesini untuk bertemu dengan Sungmin, melepas rindu setelah beberapa hari tak ketemu karena padatnya jadwal kerja pria itu, bukan untuk diceramahi panjang lebar.

 

“Ya!! Aku datang kesini bukan ingin diceramahi, aku datang kesini demi kau tahu!”

 

“Kalau kau datang demi aku, kenapa kau berikan tiketmu pada orang yang baru saja kau temui? Kau tahu, aku tadi terkejut ketika bangkumu diisi oleh gadis yang tak kukenal. Padahal aku mengharapkanmu yang duduk disitu…”

 

“Gadis itu lebih menginginkannya daripada aku. Aku bisa melihat kau dan yang lain setiap hari jika aku mau, tapi tidak untuknya. Jadi kuberi saja tiketku padanya. Lagipula aku ingin berkeliling Yokohama sendiri, kapan lagi aku bisa travelling sendiri di luar negeri? Kau tak marah, ‘kan? Kkk~” Hyun Ki memeluk lengan Sungmin dan menggelayut manja. Rasanya Sungmin ingin sekali kembali menjitak kepala gadis itu. Gadis itu sama sekali tak berpikir dengan nasibnya sendiri jika ia tak menemukan jalan pulang dan hilang dinegeri orang.

 

Tapi kemudian Sungmin tersenyum. Kalau tidak melakukan hal senekat apapun, bukan Hyun Ki namanya. Walaupun selalu bertindak nekat, sifatnya yang ingin membuat setiap orang bahagia membuat Hyun Ki semakin dicintai orang-orang, termasuk Sungmin.

 

“Lain kali jangan seperti ini, kau benar-benar membuatku cemas. Ngomong-ngomong apa kau sudah makan? Aku membawa bento pemberianmu, siapa tahu kau lapar.”

 

“Tenang saja, aku tidak lapar. Aku sudah…” Ucapannya terhenti ketika perutnya berbunyi. Belum lagi suara perut kosongnya yang besar terdengar jelas di telinga mereka berdua -Sungmin dan Hyun Ki. Sontak Sungmin menahan tawa. Hyun Ki tertawa garing sambil memegang perutnya.

 

“Sebenarnya aku belum makan karena aku tak lapar…”

 

“Perutmu sudah berbunyi seperti kau masih bisa bilang kalau kau tak lapar? Aish, makan saja bentoku ini.” Sungmin memberikan bentonya pada Hyun Ki.

 

“Anio, kau pasti belum makan. Bento ini kubelikan untukmu…”

 

“Aku sudah makan makanan kecil selama konser berlangsung. Kau lebih terlihat kelaparan daripada aku. Makanlah. Instingku hebat juga, untung saja instingku mengatakan jika aku harus membawa bento untukmu, hahaha…”

 

Hyun Ki terkekeh. “Itu karena kau terlalu cinta padaku sampai-sampai kau mempunyai  insting yang kuat untuk membaca pikiranku, kkk~”

 

Sungmin terkejut ketika Hyun Ki berkata seperti itu padanya. Wajahnya memerah hingga pria itu menjadi gugup dan tak tahu harus berkata apa untuk menanggapi omongan Hyun Ki. Mati kutu.

 

“A-apa yang kau katakan? Kenapa kau besar kepala sekali? Dasar bocah!” Sungmin mencubit pipi Hyun Ki gemas.

 

“Ish, aku bukan bocah! Kalau aku bocah, berarti kau adalah pedofil! Oom-oom pecinta bocah!”

 

“Siapa yang kau bilang Oom-oom, heh? Ayo pergi! Sebelum kita berdua mati kedinginan disini! Jung Hoon Hyung sudah menunggu dimobil.”

 

Sungmin menarik tangan Hyun Ki dan memasukkannya kedalam saku mantel. Digenggamnya kuat-kuat agar tangan gadisnya tak lagi kedinginan. Hyun Ki hanya tersenyum geli ketika Sungmin menggenggam tangannya. Tangannya yang semula kedinginan menjadi hangat.

 

“Oppa, kalau Eomma dan Appa memarahiku karena kabur ke Jepang tanpa izin, kau mau membelaku bukan?”

 

“Membelamu? Untuk apa? Sama sekali tak ada untungnya buatku! Aku tak mau membantumu membersihkan kamar mandi jika kau dihukum nanti!”

 

“Ya! Oppa!!”

 

*

Who’s miss Sungmin and Hyun Ki? Nobody? okay :p

Kemarin pas lagi dengerin lagu 2PM ‘Stay With Me’ tiba-tiba jadi pengen bikin dua makhluk ini dengan latar jepang dan jadilah seperti ini kkk